Sabtu, 19 Januari 2013

Animatlor: Intro.

"Animatlor. Hanya satu dari satu juta orang yang berpeluang mengalami ini. Bukan penyakit, melainkan sebuah kelebihan, di mana kau akan bisa berinteraksi dan berbicara dengan hewan, mengerti apa yang mereka bicarakan, dan mengetahui apa yang mereka rasakan."
 
Bukan lagi marah. Bukan lagi kesal. Tapi depresi.
Di saat semua menikmati musik, aku harus tahan mendengar ocehan cicak hitam di kamarku.
Di saat semua tertawa karena mendengar lelucon dari sebuah acara televisi, aku harus rapat-rapat menutup telingaku supaya tidak bisa mendengar kelakar garing yang dilontarkan nyamuk-nyamuk.
Di saat semua berteriak histeris menonton band favoritnya tampil dalam sebuah konser, aku harus mengelus dada supaya tetap sabar mendengar gerutuan tikus-tikus got yang kesal karena rumahnya tersumbat sampah plastik.
Dan saat semua tersenyum tanpa henti karena mendengar suara seseorang yang mampu membuat jantung mereka berdegup dua kali lebih cepat, aku harus bersembunyi di bawah bantal supaya suara perkelahian antara dua kucing di luar rumah tidak terdengar.
 
Mungkin konyol, karena walaupun aku sudah mengalami ini selama tujuh belas tahun, aku masih tetap tidak bisa membiasakan diri. Lagipula, siapa yang akan terbiasa? Mendengar hewan-hewan itu bersuara dalam bahasa yang tidak dimengerti saja sudah membuat kesal, bagaimana jika kau mengerti dan tahu kalau mereka bicara padamu?!
 
"..... Bukan penyakit, melainkan sebuah kelebihan, di mana kau akan bisa berinteraksi dan berbicara dengan hewan....."