Kamis, 30 Oktober 2014

Dinamisator yang Memasyarakat


            Satu rapat penting dalam suatu negara berlangsung kemarin malam, dimulai dari pukul tujuh sampai sebelas. Namun sayang, malam itu tidak ada kesempatan untuk mengikuti perkembangan dan hasil rapat. Lalu apa yang perlu dilakukan untuk mengetahui detail tentang rapat tersebut? Tak perlu repot meminta notulen rapat pada notulis yang bersangkutan. Cukup dengan membaca koran keesokan harinya atau menyaksikan liputan lewat layar kaca beberapa saat setelah rapat berakhir, pertanyaan-pertanyaan mengenai hasl rapat bisa terjawab. Mudah, bukan?

            Maka beruntunglah kegiatan mengumpulkan, menyidik, serta melaporkan berita yang terjadi kepada publik luas, atau yang akrab disebut jurnalisme, memasyarakat. Hasil bidang pekerjaan yang, katanya, independen ini dapat dinikmati oleh hampir seluruh bagian, selama memiliki kemampuan membaca, mendengarkan, juga analisis.

            Sebuah berita akan memberi manfaat jika kita mampu memilah mana fakta, berupa informasi yang berasal dari peristiwa yang benar-benar terjadi, dan mana opini, yaitu pemikiran bersifat subjektif dari sudut pandang tertentu. Walaupun kini batas antara fakta dan opini sedikit kabur, jika kemampuan analisis pembaca baik maka tak akan ada kesalahpahaman dalam menerima isi berita.

            Dan bagaimana cara mengetahui apakah suatu hal dapat dikategorikan sebagai berita atau tidak? Tentunya berita harus bersifat aktual, berarti betul-betul ada dan tidak dibuat-buat, juga akurat yang artinya tepat dan teliti sehingga bisa dipercaya, terutama dalam menyajikan detail penting dari sebuah berita. Salah satu cara untuk mendapat keakuratan adalah dengan melakukan wawancara. Melakukan wawancara berarti melakukan tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapat mengenai suatu hal. Pemilihan narasumber—orang yang diwawancarai—harus sesuai dengan jenis informasi apa yang ingin didapat. Oleh karena itu, persiapan menjelang wawancara amatlah penting. Terutama unsur-unsur 5W+1H yang memaksudkan inti sebuah berita harus mencakup what (apa yang terjadi sehingga perlu diberitakan), when (kapan hal tersebut terjadi), where (di mana peristiwa itu terjadi), who (siapa saja yang terlibat), why (mengapa sampai bisa terjadi), dan how (bagaimana proses/runutan kejadian yang sebenarnya).

            Maka terbayangkah betapa sulitnya bekerja sebagai seorang wartawan yang ditugaskan mencari dan menyusun berita untuk dimuat untuk khalayak luas? Seorang wartawan pun dituntut untuk menjaga keobjektifitasannya atas sebuah berita, atau biasa disebut cover both side. Wartawan juga seluruh pelaku dalam dunia jurnalistik harus memetakan kedua belah pihak sehingga tidak berat sebelah dalam pemberitaan karena masyarakat menginginkan hal yang sebenarnya terjadi, tanpa rekayasa.

            Karena desakan akan kebutuhan berita itulah tidak disangsikan lagi hampir setiap hari masyarakat menyempatkan diri untuk membaca, mendengarkan, atau menonton berita, meskipun waktu para pembaca tidaklah lengang. Maka dari itu, pemberitaan (terutama dalam bentuk media cetak) banyak dilakukan dengan struktur piramida terbalik agar dalam sekali baca, summary fakta dan informasi sudah bisa didapat. Dalam sistem ini, inti informasi (yang mengandung 5W+1H) ditaruh di alinea/pemberitaan awal sehingga keterangan dan data lain mengikuti sesudahnya. Hal ini berguna untuk menjaga masyarakat agar tetap dapat mengetahui berita teranyar meski waktu yang tersedia untuk konsumsi informasi tidaklah banyak.

            Atau mungkin ada yang sengaja menyediakan banyak waktu untuk membaca informasi terkini? Tentu ada. Ada juga yang sengaja meluangkan waktu untuk membaca, namun bukan membaca berita-berita dengan pembawaan berat. Pasti ada banyak pembaca setia feature, yaitu tulisan khas yang ringan dan bertujuan untuk memberikan informasi sekaligus menghibur pembacanya. Meski tetap berasaskan pada 5W+1H, feature sedikit berbeda karena penulisannya yang lebih ekspresif dan memberikan lebih banyak nilai serta makna dari berita yang diangkatnya.

            Apapun jenis tulisan yang dibaca, tentu harus ada informasi dan esensi yang bisa didapat. Terutama karena tulisan tertentu merupakan hasil dari dedikasi proses jurnalisme yang tidak bisa dikatakan mudah dan merupakan perjuangan independen kalangan kritis yang, umumnya, dinamis. Maka jadilah bagian dari kaum dinamisator, who are urging for better things.

**

 

dari berbagai sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Jurnalisme
http://www.anneahira.com/pengertian-jurnalisme.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Berita
http://janganmales.wordpress.com/2013/06/27/istilah-istilah-di-dunia-jurnalistik/
http://jurnalistikpraktis.blogspot.com/2013/04/feature-karya-jurnalistik-yang-tetap.html
http://grahamediaschool.com/penulisan-berita-feature/
http://www.pengertianahli.com/2014/07/pengertian-fakta-dan-opini.html
https://ahmad42.wordpress.com/2008/06/17/jurnalistik-indonesia-menulis-berita-dan-feature/

Mekar di Hari Besar



Bagaimana rasanya mengenakan toga dan pakaian khas wisuda?

Tanyakan pada mereka yang baru saja diwisuda pada hari Rabu, 29 Oktober 2014 kemarin. Terlihat banyak lulusan DI Pajak dan DI Bea Cukai yang memenuhi bagian depan kampus STAN, tepatnya di bagian air mancur, untuk berfoto maupun sekadar berkumpul merayakan hari besar ini.

Minggu, 26 Oktober 2014

Six to Fix



Dari sekian banyak insan dalam sebuah lingkup, pasti ada orang-orang tertentu yang lebih, atau mungkin paling, spesial di antara yang lainnya. Dari bermacam rasa martabak, pasti akan ada pilihan rasa yang merupakan ‘jagoan’ dan lebih sering dipesan dari rasa yang lain.

            Begitu halnya dengan novel. Saya memang belum membaca terlalu banyak, namun saya punya Top-Six List novel yang selalu terperbaharui seusai saya membaca novel anyar. Tertarik? Siapa tahu ada salah satu dari novel-novel ini yang belum dibaca, bukan?


            Tapi sebelumnya, enam judul novel di bawah kelihatannya sama sekali tak asing, atau minimal pernah terdengar keberadaannya. Soal selera, apa mau dikata?

 

1. Daddy Long Legs

credit

Novel tahun 1912 yang semula berupa kumpulan dokumen karya Jean Webster ini adalah novel yang memperkenalkan saya pada dunia literatur. Selain ceritanya yang ringan, format penulisan novel ini merupakan salah satu daya tarik yang kuat dan membuat saya tak cepat melupakannya.

Daddy Long Legs disusun menggunakan format surat yang ditulis oleh tokoh utama, Judy Abott. Judy adalah seorang gadis yang dibesarkan di panti asuhan. Suatu hari ia mendapat kesempatan untuk bersekolah—yang berarti mimpinya untuk keluar dari panti asuhan bisa terwujud—dari salah seorang pria dermawan, yang kemudian dipanggilnya dengan sebutan Daddy Long Legs. Pria ini meminta agar pihak panti asuhan tak memberi tahu identitas pribadinya pada Judy, tetapi ia menyaratkan agar Judy menulis surat padanya sebagai tanda balas jasa. Judy pun menyanggupi dan cerita dimulai dengan kisah-kisah Judy Abott selama berada di lingkungan barunya.

Sifat Judy yang berkarakter dan kejutan di akhir cerita merupakan dua dari beragam alasan mengapa novel ini berada di daftar teratas ­Top-Six List saya. Akhirnya manis. Cocok dibaca untuk mengisi waktu luang, tentunya saat tidak sedang ‘nugas’.

 

2. 1Q84

Saat membaca judul hasil karya Haruki Murakami ini, hal pertama yang terlintas: apakah 1Q84 berkorelasi dengan novel 1984 karya George O’Well? Dan ternyata, perkiraan saya memang tepat.

Kental dengan sentuhan Murakami—tokoh utama yang hidupnya diselubungi rasa sepi, ending yang tak jelas, dan rasa surealis yang kuat—, tersebutlah dua tokoh utama: Aomame dan Tengo. Keduanya terjebak dalam dunia membingungkan yang amat berbeda dari dunia di tahun 1984 tempat mereka hidup. Dunia tersebut Aomame beri nama ‘1Q84’ dengan Q melambangkan ‘Question Tag’. Dunia yang penuh dengan pertanyaan dan menyediakan sedikit jawaban. Dunia yang membuat Aomame dan Tengo dipertemukan kembali, walau keduanya sudah berjalan menuju sumbu bumi yang berlawanan.

Untuk ‘1Q84’, diperlukan konsentrasi dan fokus yang tak terbagi. Siapkan ruang penerimaan ingatan dan teori baru yang dipastikan akan membuat pembaca terus membuka halaman demi melihat apa yang selanjutnya akan terjadi.


 


3. Saman

credit

Berterimakasihlah perempuan Indonesia di saat sekarang pada penulis-penulis wanita di masa terdahulu. Salah satu dari sekian adalah Ayu Utami, author novel Saman. Lewat novel yang sempat menjadi kontroversi pada tahun 1998 ini, Ayu Utami meruntuhkan ketabuan bagi perempuan Indonesia untuk menulis dengan tema yang pada saat itu masih ragu untuk disentuh penulis perempuan, seperti politik dan agama.

Dengan menambahkan unsur mistik, kehidupan masyarakat melarat, dan kepelikan di rezim tahun 1998, Ayu mampu bermain dengan kata-kata indah yang secara personal mampu membuat saya berdecak kagum.

Dan dengan realisnya, novel yang menceritakan tak hanya sebuah konflik ini menyisakan beberapa persoalan tak terselesaikan. Tapi bukankah memang seperti itu esensi hidup? Akhir sebuah kisah adalah awal yang baru di nyatanya.


 


4. Catching Fire

credit

Mengusung tema keluarga dan pemerintahan, Catching Fire merupakan seri kedua dari trilogi The Hunger Games. Meski pada tahun 2013 sempat diadaptasi ke layar lebar, sensasi petualangan Katniss Everdeen masih terasa lebih nyata di cerita dalam novel.

Diceritakan bahwa Peeta Mellark dan Katniss Everdeen secara paksa diharuskan mengikuti kembali The Hunger Games ke-75 karena Presiden Snow, pemimpin Capitol, merasa aksi yang terakhir dilakukan pasangan asal Distrik 12 di The Hunger Games ke-74 mengumandangkan revolusi. Satu-persatu tokoh bermunculan, menambah keintensan alur. Dan saya rasa inilah yang membuat Catching Fire lebih outstanding dari dua seri lainnya: sisi emosi dan pertarungan dikombinasikan dengan apik. Akhir yang menggantung pun membuat pembaca langsung mencari seri terakhir trilogi ini, Mockingjay.


 


  5. Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh


credit

Perlu waktu lima tahun bagi saya agar dapat membaca karya dari Dewi ‘Dee’ Lestari ini. Saya menemukan novel ini tersimpan dengan baik di rak buku milik sepupu saat saya duduk di bangku kelas lima SD. Namun sepupu saya mengatakan saya tak akan paham konten novel tersebut, kecuali jika saya sudah cukup dewasa untuk mengerti. Niat membaca Supernova pun urung mendengar saran tersebut. Dan lima tahun kemudian, barulah terealisasi keinginan saya untuk membacanya.

Terdapat dua kisah yang secara tak sadar saling membangun. Dimas dan Reuben, sepasang homoseksual, menyusun sebuah cerita tentang kisah cinta yang ternyata dalam kehidupan nyata memang benar terjadi. Kisah cinta yang melibatkan Rana—seorang wanita yang telah menikah—dan Ferre—seorang eksekutif muda—secara paralel berjalan seperti apa yang Dimas dan Reuben tuliskan.

Tulisan Dee yang khas—permainan kata dan deskripsi ilmiahnya—mungkin akan sedikit menjemukan bagi sebagian orang. Namun bagi para pecinta sains, tentu buku ini bisa menjadi favorit karena Dee tak hanya sedikit menambah ilmu fisika kuantum di dalam Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh ini.


 


 6.  Pride and Prejudice
credit

Novel klasik milik Jane Austen ini merupakan salah satu karya besar dalam perkembangan di dunia sastra Inggris. Ini cerita berada pada Mr. dan Mrs. Bennet yang memiliki lima orang anak gadis: Jane, Elizabeth, Mary, Catherine, dan Lydia dan kisah cinta yang terpusat pada Elizabeth dengan seorang lelaki muda bernama Fitzwilliam Darcy yang terkenal arogan dan tak bisa menghargai orang lain. Rasa benci yang awalnya dirasakan Elizabeth dan Darcy kelamaan berubah menjadi cinta. Dengan perjuangan yang cukup panjang, Pride and Prejudice pun berakhir dengan manis.

 Isu sosial, terutama manner dan harga diri yang pada masa itu (tahun 1813) dan sekarang menjadi momok dalam pergaulan, merupakan topik utama dalam Pride and Prejudice. Sebab ditulis melalui sudut pandang seorang wanita, maka akan banyak ditemukan tokoh-tokoh yang bertindak dengan tuntunan emosi. Serta perlu diakui, keberadaan Pride and Prejudice amat berpengaruh bagi dunia sastra yang sebenarnya tak hanya Inggris, namun juga dunia, terutama di sisi sastra modern. Tertarik? Awas, jangan sampai tertidur di tengah cerita karena jemu. Karena akan ada banyak hal yang pembaca temui selepas melewati bagian tengah novel.

 


            Well, itulah enam novel teratas yang menjadi favorit saya. Rekomendasi murni dari penilaian saya sendiri, namun pastinya terlepas dari minat kalian juga. Bacalah novel yang memang sesuai dengan keinginan kalian (tapi jika memang tertarik untuk membaca walaupun bukan genre yang biasanya kalian baca, bukan masalah). Juga selalu ingat apa yang Tuan Haruki Murakami katakan: “if you only read the books everyone else is reading, you can only think what everyone else is thinking”.


Selamat menyelami kata!